
Terowongan Selili atau Terowongan Samarinda adalah terowongan yang menghubungkan Jalan Sultan Alimuddin dengan Jalan Kakap di Kecamatan Samarinda Ilir, Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Terowongan Selili dirancang dengan panjang 426 meter, terdiri dari inlet dan outlet sepanjang masing-masing 13 meter, dan terowongan utama sepanjang 400 meter.
Jika dihitung dari seluruh jalur penghubung antara Jalan Sultan Alimuddin hingga Jalan Kakap, panjang keseluruhan Terowongan Selili Samarinda mencapai 700 meter.
Terowongan ini direncanakan menjadi jalur satu arah dengan dua lajur, yang memungkinkan kendaraan besar seperti truk tronton untuk melintas.
Namun, skema lalu lintas dan jenis kendaraan yang diizinkan nantinya akan ditentukan oleh Dinas Perhubungan melalui analisis lebih lanjut.
Keberadaaan terowongan yang menembus Gunung Manggah ini cukup vital karena menjadi terowongan pertama di Kalimantan Timur.
Selain meningkatkan konektivitas, terowongan ini menjadi solusi yang akan mengurai kemacetan di jalan Otto Iskandar Dinata, Kelurahan Sungai Dama, Kecamatan Samarinda Ilir.
Proyek ini sekaligus koridor penghubung antara Jembatan Achmad Amins (Jembatan Mahkota) dari jalan tol Balikpapan-Samarinda atau arah Kecamatan Palaran menuju arah pusat Kota Samarinda.
Pembangunannya juga menjadi salah satu proyek penting karena berada di jalur strategis menuju Ibu Kota Nusantara (IKN).
Sejarah Pembangunan Terowongan Selili Samarinda
Proyek pembangunan terowongan ini secara resmi dimulai tanggal 20 Januari 2023 dengan peletakan batu pertama oleh Wali Kota Samarinda Andi Harun.
Terowongan Selili menjadi infrastruktur pertama di Indonesia yang pembangunannya menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dengan total anggaran mencapai Rp 395 miliar.
Di balik proyek ini, Wali Kota Samarinda, Andi Harun, mengungkapkan bahwa pembangunan terowongan ini lahir dari keprihatinan atas kondisi lalu lintas di wilayah terebut.
“Berangkat dari diskusi, mengingat puluhan tahun kawasan Sungai Dama, Jalan Otto Iskandardinata, sampai ke Gunung Manggah tiap tahun memakan korban dan macet tingkat dewa. Kita harus bikin sesuatu,” ujar Andi Harun.

Sebelum memutuskan untuk membangun terowongan, sempat tercetus ide membuat jalan layang di atas Jalan Otto Iskandardinata.
Namun, setelah dikaji lebih dalam, rencana itu dianggap tidak realistis karena ruang jalan terbatas dan statusnya sebagai jalan provinsi membuat opsi tersebut sulit direalisasikan.