Ilustrasi kekerasan pada perempuan. Fakta baru terungkap dalam kasus dugaan pembunuhan J (23), seorang jurnalis asal Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel). Korban diduga dibunuh dan diperkosa oleh calon suaminya, Kelasi Satu Jumran alias J (23), yang merupakan anggota TNI AL Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim).

Lihat Foto

Sebuah rekaman video berdurasi lima detik yang diam-diam dibuat oleh korban menjadi bukti utama dalam proses penyelidikan.

Video tersebut memperlihatkan pelaku, Kelasi Satu (Kls) Jumran (23), anggota TNI AL Lanal Balikpapan, dalam keadaan mengenakan celana dan baju, yang diduga baru saja melakukan kekerasan seksual terhadap J.

Menurut keterangan kuasa hukum keluarga korban, Muhammad Pazri, video tersebut diambil secara sembunyi-sembunyi oleh J yang tampak ketakutan.

“Korban sempat merekam kejadian itu sebagai bukti. Dari keterangan keluarga, video ini menunjukkan bahwa pelaku baru saja melakukan aksinya,” jelas Pazri, sebagaimana dilansir BanjarmasinPost.co.id, Rabu (2/4/2025).

Rekaman ini menambah deretan bukti yang mengarah pada dugaan kuat adanya tindak kekerasan seksual yang dialami oleh J sebelum ia ditemukan tewas pada 22 Maret 2025.

Berdasarkan informasi dari keluarga, korban diduga mengalami kekerasan seksual oleh pelaku sebanyak dua kali. Kejadian pertama terjadi pada 25-30 Desember 2024, dan kejadian kedua terjadi pada hari penemuan jasad korban.

“Pelaku menyuruh korban memesankan kamar hotel di Banjarbaru, kemudian datang dan memaksa masuk. Pelaku lalu mendorong korban ke tempat tidur dan memperkosanya,” ungkap Pazri.

Keluarga juga menyebutkan bahwa Juwita sempat menceritakan peristiwa tersebut kepada kakak iparnya pada 26 Januari 2025.

Selain video lima detik, korban juga menyimpan sejumlah foto yang menguatkan tuduhan tersebut.

Hasil otopsi pada jasad J mengungkapkan adanya sperma dalam rahim korban, dan keluarga kini mendesak agar dilakukan tes DNA untuk mengidentifikasi pemilik sperma tersebut.

“Kami mendesak agar dilakukan tes DNA untuk mengetahui siapa pemilik sperma, karena ini menyangkut kejelasan hukum,” tegas Pazri.

Mengingat keterbatasan fasilitas forensik di Kalimantan Selatan, pihak kuasa hukum mengusulkan agar tes DNA dilakukan di luar daerah, seperti di Surabaya atau Jakarta, untuk memastikan hasil yang lebih akurat.

Hingga saat ini, pihak Detasemen Polisi Militer (Denpom) Lanal Banjarmasin masih melakukan penyidikan.

Pelaku, J, sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan setelah mengakui perbuatannya. Namun, pihak Denpom Lanal Banjarmasin belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan rudapaksa ini.