
Mahkamah Konstitusi Korea Selatan mengumumkan keputusan resmi untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol dari jabatannya pada Jumat (4/4/2025).
Keputusan ini diambil setelah para hakim menyatakan bahwa tindakan Yoon dalam mengerahkan darurat militer merupakan pelanggaran berat terhadap konstitusi negara.
Mengapa Yoon Suk Yeol Dicopot dari Jabatannya?
Sebelumnya, pada 3 Desember, Yoon telah diskors oleh parlemen setelah ia mengerahkan pasukan bersenjata ke gedung parlemen guna mencegah pemungutan suara terhadap dekrit yang kontroversial.
Saat ini, Yoon juga menghadapi proses hukum terpisah dengan tuduhan melakukan pemberontakan.
“Dengan mempertimbangkan dampak negatif yang serius dan konsekuensi luas dari pelanggaran konstitusi yang dilakukan, kami memutuskan untuk memberhentikan Presiden Yoon Suk Yeol dari jabatannya,” kata Penjabat Ketua Mahkamah Konstitusi, Moon Hyung-bae.
Dalam amar putusan, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa tindakan Yoon telah mengkhianati kepercayaan publik dan menjadi ancaman bagi stabilitas republik demokratis.
Pengiriman tentara ke parlemen dianggap sebagai pelanggaran terhadap netralitas politik militer dan penyalahgunaan kekuasaan komando tertinggi.
Mahkamah menegaskan bahwa Yoon telah memaksa tentara, yang seharusnya menjaga keamanan negara, untuk berhadapan dengan warga sipil biasa.
Bagaimana Reaksi Masyarakat Korsel soal Pemecatan Yoon Suk Yeol?
Suasana di luar gedung Mahkamah Konstitusi saat putusan dibacakan menunjukkan perpecahan di kalangan masyarakat.
Para demonstran yang menentang Yoon bersorak gembira dan menangis haru.
Sementara itu, pendukung Yoon yang berkumpul di sekitar kediaman presiden yang telah dimakzulkan meluapkan kemarahan dengan teriakan dan tangisan histeris.
Tragisnya, dua simpatisan ekstrem dilaporkan meninggal dunia setelah melakukan aksi bakar diri sebagai bentuk protes terhadap pemecatan tersebut.
Dengan meningkatnya ketegangan dari massa pro-Yoon yang berunjuk rasa, pihak kepolisian dikerahkan untuk menjaga keamanan di sekitar pengadilan.
Beberapa kedutaan besar, termasuk Amerika Serikat, Prancis, Rusia, dan China, telah mengeluarkan imbauan kepada warganya untuk menghindari kerumunan dan aksi massa selama periode ketegangan ini.
Apa Makna Keputusan Ini bagi Demokrasi Korea Selatan?
Meskipun demikian, Profesor Byunghwan Son dari Universitas George Mason menilai bahwa keputusan Mahkamah ini menunjukkan ketahanan demokrasi Korea Selatan.